Boy ada dimana kau?, Aku tak melihatmu, tak ada disekitar sini. Aku telah jauh, tak lagi bercanda bersamamu. Makhluk berkacamata kau. Kawan, rindu berkelakar aku bersama kau, merendahkan atau meninggikan kau, sama-sama kita kelewatan gurau diawal kemudaan di hari yang sudah lewat itu. Kau kawan.
Lupa aku pernah bersama kau, tapi kadang tidak, mungkin karena aku manusia, dan aku bisa lupa. Mungkin sama dengan sikapmu. Tapi dimana kau, teknologi canggih pun tak mampu membuat ku rasakan kelucuanmu lagi, mungkin karena tak kumaksimalkan saja teknologi itu.
Lucu mungkin dunia ini, kawan memang tak selamanya kawan. Kejauhan menyebabkan ke intens an itu tak ada, dan bisa membuat orang lain yang menjadi kawan atau bahkan cuman buku sebagai teman. Teman mungkin kau masih, tapi karib dalam masa jarak yang tidak sama, membuat jadi tak karib, bahkan bisa membuat kita objektif dalam menilai bahwa kau pantas atau tidak untuk jadi seorang dekat.
Si boy yang itu, renyah tawa itu, kau yang berbeda. Membuat aku bisa menghargai pluralitas.
Nilai yang hebat, walau kau tak pernah mendapat nilai yang hebat, kerapkali aku pun tidak. Kita cuman harus belajar.
Leave a Reply